🍸 Apakah Dalam Keluargamu Ada Perubahan Peran Laki Laki Dan Perempuan

Perubahanzaman dan gaya hidup; Pendidikan karakter ini tidak akan berhasil dengan baik dan tidak akan berarti apa – apa, apabila keluarga melepaskan tanggung jawab pembentukan karakter hanya kepada sekolah. Peran keluarga dalam pendidikan anak teramat besar, keluarga merupakan unsur terkecil dalam masyarakat, dari keluarga pulalah anak Peran Perempuan dalam perubahan social sebenernya sudah ada sejak dulu kala. Perempuan juga merupakan aktor penting dalam setiap perubahan social pada masyarakat, tetapi Westernisasi lah yang mengecilkan peran wanita itu hanya pada sumur, dapur, kasur,” kata Herlini Amran saat Reses mengisi Seminar memperingati Hari Kartini di Universitas Batam, bersatunyaseorang laki-laki dan perempuan dalam sebuah pernikahan dengan menjadikan keyakinan Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunah sebagai dasar utama dalam pernikahan. Menurut Spranger yang dikutip oleh Mulyana (2004), menjelaskan ada enam orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Jenistrauma ini biasanya sulit didefinisikan dan kerap tersembunyi. Dalam hal ini, generational trauma melibatkan proses orang tua dengan trauma yang belum terselesaikan mentransmisikan traumanya kepada anak-anak mereka melalui pola interaksi tertentu. Hal ini kemudian dielaborasi lebih lanjut oleh Melanie English Ph. Perempuanjuga punya kesempatan yang sama dengan laki-laki. Perempuan juga punya kesempatan yang sama dengan laki-laki. Peran Perempuan dan Laki-laki dalam Keluarga Tidak Lagi Beda. Senin, 9 Desember Berikutini adalah beberapa fungsi hormon androgen pada pria: 1. Mengatur proses pubertas. Anak laki-laki yang sudah memasuki masa pubertas akan mengalami perubahan fisik, misalnya: Tumbuhnya kumis dan janggut. Tumbuhnya rambut di dada bagian atas, kaki, dan paha. Berkembangnya organ seksual, seperti penis dan testis. Tulisanini bermaksud untuk membahas peran gender dalam berbagai budaya, khususnya budaya Jawa. Perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan ada dalam semua budaya. Banyak stereotip yang muncul secara universal mengenai perbedaan gender secara lintas budaya seperti agresivitas, kekuatan dan kurang emosional pada laki-laki, serta Merekamengenakan baju atau pakaian yang identik dengan para perempuan bahkan hingga memakai make up cantik pula. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka hingga mereka mengganti seluruh penampilan tubuhnya dari ujung rambut hingga kaki. Namun, ada banyak cara yang dapat dilakukan agar Anda dan orang-orang sekitar Anda jauh dari fenomena suamidan isteri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan saudara perempuan. Peranan-peranan tersebut dibatasi oleh masyarakat, tetapi masingmasing keluarga diperkuat oleh kekuatan melalui sentimen-sentimen, yang sebagian merupakan tradisi dan sebagian lagi emosional, yang menghasilkan pengalaman. 2 Hzuyz. Banyak yang beranggapan bahwa tugas laku-laki setelah menikah adalah mencari nafkah. Berupaya memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan menghasilkan uang yang banyak. Padahal, ketika laki-laki sudah menikah dan memiliki anak, perannya tidak hanya mencari nafkah. Apalagi, dalam agama Islam, ada banyak peran lain yang harus dilakukan sebagai seorang suami dan juga papa. Lalu, sebagai seorang istri, Mama juga harus tahu apa saja peran Papa dalam keluarga menurut Islam. Sebab, Mama yang menjadi pendamping Papa untuk selalu bersamanya dalam mewujudkan keluarga yang bahagia hingga akhir hayat. telah merangkumkan apa saja peran Papa dalam keluarga menurut Islam. Simak penjelasan berikut ini. 1. Memberikan nafkah untuk keluarga Pexels/EVG Photos Peran Papa dalam keluarga menurut Islam diantaranya untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak adalah kewajiban di dalam Islam. Dalam surat An-Nisa ayat 34, Allah berfirman, ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allâh telah melebihkan sebagian mereka laki-laki atas sebagian yang lain wanita dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” Dalam surat ini jelas bahwa Allah telah memberikan kelebihan bagi Papa untuk menafkahkan rezekinya untuk keluarganya. 2. Sosok pemimpin di dalam keluarga Pexels/Emma Bauso Seperti yang sudah Allah katakan dalam surat An-Nisa ayat 34 bahwa laki-laki adalah sosok pemimpin bagi kaum wanita karena telah diberikan kelebihan. Sehingga, peran Papa dalam keluarga menurut Islam adalah sebagai sosok pemimpin di dalam keluarga. 3. Menjadi pelindung bagi anak dan istri Pexels/Victoria Borodinova Di antara kelebihan yang Allah berikan kepada laki-laki bisa terlihat dari fisik. Secara fisik, laki-laki Allah lebihkan dengan otot yang lebih kuat dan bentuk tubuh yang lebih tegap dan kokoh. Jadi, sangat wajar jika peran Papa dalam keluarga menurut Islam adalah sebagai pelindung bagi istri dan anaknya. 4. Berperilaku adil terhadap anak istri Freepik Dalam surat An-Nisa ayat 129 Allah Swt. berfirman, وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا Artinya,“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung kepada yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri dari kecurangan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Berperilaku adil terhadap istri juga merupakan peran Papa dalam keluarga menurut Islam. Apabila seorang laki-laki memiliki lebih dari satu istri maka janganlah condong pada salah satunya saja. Ia harus mampu berperilaku adil terhadap istri-istrinya secara harta maupun perhatian. Editors’ Picks 5. Membantu pekerjaan rumah istri Hendaklah seorang suami untuk membantu pekerjaan rumah. Tidak hanya menyerahkan seluruh urusan rumah kepada istri tetapi juga turut serta dalam melakukannya. Perilaku ini adalah apa yang Rasulullah contohkan. Saat ditanya apa yang Rasulullah lakukansaat berada di tengah-tengah keluarganya maka Aisyah ra. berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat,” Muslim. 6. Bermain dan bercanda bersama anak Freepik/senivpetro Sebagai seorang laki-laki yang memiliki anak, peran Papa dalam keluarga menurut Islam ialah senang bermain dan bercanda bersama anak. Ia harus mampu menjadi sosok teman bermain yang menyenangkan bagi anaknya. Perilaku ini juga dicontohkan sering bercanda bersama cucunya, Hasan dan Husein. Beliau juga sering bermain kuda-kudaan dengan cucunya. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tabrani dari sahabat Jabir, ia mengatakan,“Saat aku menemui Nabi Muhammad SAW dan aku temui beliau sedang berjalan empat kaki main kuda-kudaan dan di atas punggungnya ada Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain dan Rasullah pun bersabda sebaik baiknya unta adalah unta kalian berdua Rasulullah dan sebaik- baik orang adil adalah kalian berdua’,” Al Hadits. seven. Memberikan pendidikan kepada anak sesuai ajaran Islam Freepik/Dusanpetkovic Peran Papa dalam keluarga menurut Islam yang sangat penting ialah memberikan pendidikan kepada anaknya. Pendidikan yang diberikan tentunya sesuai dengan ajaran Islam. Sosok Papa sangat dibutuhkan untuk membentuk karakter dan akhlak yang baik bagi anak. Sosok Papa sangat berpengaruh besar dalam hal ini. Walaupun dikatakan Mama adalah sekolah pertama bagi anak, tetapi tetap Papa diibaratkan sebagai kepala sekolah. Ia yang bertanggung jawab kualitas anak didiknya. viii. Menjadi teladan bagi anak dan istri Freepik/pressfoto Sebagai seorang Papa dalam keluarga yang merupakan kepala keluarga, ia adalah sosok yang harus bisa memberikan teladan kepada anak dan istri. Sosok yang bisa menjadi panutan dalam berbagai hal. Memberikan teladan yang baik bagi seorang Papa sangat penting. Sebab, di saat anaknya dewasa nanti, sosok Papa akan sangat memberikan pengaruh yang besar. Bagi anak laki-laki, papanya akan menjadi office model. Ia akan berharap bisa menjadi sosok laki-laki yang baik seperti papanya. Sedangkan bagi anak perempuan, papanya adalah cinta pertamanya. Ia akan mencari sosok laki-laki yang kelak menjadi suaminya memiliki karakter seperti papanya. nine. Mencarikan pendamping untuk anaknya Unsplash/sharonmccutcheon Saat anak sudah beranjak dewasa dan memasuki masa baligh, maka sebagai orangtua diperbolehkan untuk mencarikan sosok pendamping baginya. Bagi anak perempuan pun, peran Papa dalam keluarga juga sebagai wali pernikahannya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya, وَأَنكِحُوا۟ ٱلْأَيَٰمَىٰ مِنكُمْ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ ۚ إِن يَكُونُوا۟ فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضْلِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ “Kawinkanlah anak-anak kamu yang belum kawin dan orang-orang yang sudah waktunya kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerah-Nya,” south. An-Nur32. 10. Mendoakan anak dan istri Pixabay/Konevi Jika membaca kisah Nabi Ibrahim yang akan menyembelih Nabi Ismail, pasti Mama bertanya-tanya. Bagaimana bisa sosok Ismail sebagai seorang anak tetap taat kepada ayahnya walaupun ditinggalkan dalam waktu yang cukup lama. Cukup dengan jawaban tauhid, Ismail dengan mantap menjawab keikhlasannya untuk disembelih. Hal itu tidak lain tidak terlepas dari doa yang beliau panjatkan kepada Allah Swt. Doa Nabi Ibrahim ini tertulis di dalam Alquran surat Ibrahim ayat forty, رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ Artinya, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” Itulah x peran Papa dalam keluarga menurut Islam yang harus diketahui. Semoga dengan memahami peran Papa dalam keluarga akan semakin berkurang jumlah anak-anak yang kehilangan sosok papanya. Baca juga Ini Perbedaan Gaya Komunikasi Perempuan dan Laki-laki Dapat Kekerasan Verbal & Fisik? Ini 5 Cara Keluar dari Toxic Marriage Bagian dari Rukun Iman, Kenali 20 Nama Lain Hari Kiamat dalam Alquran Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. A. Kedudukan Perempuan dalam Keluarga dan MasyarakatKedudukan kaum perempuan di tengah keluarga dan masyarakat dapat menentukan sejauhmana peran yang dapat atau sedang dimainkan oleh perempuan. Ternyata di tengah situasi hidup dan jaman yang selalu berubah, kedudukan perempuan dapat menjadi hambatan dan rintangan bagi perempuan untuk berperan secara penuh di tengah keluarga dan masyarakat. Kedudukan perempuan yang ditempatkan lebih rendah dari kedudukan laki-laki, sekaligus menjadi tantangan bagi kaum perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya di tengah hidup yang menuntut kesetaraan. 1. Perbedaan Kedudukan Laki-Laki dan Perempuan dalam Keluarga dan MasyarakatPeran perempuan dalam keluarga dan peran perempuan dalam masyarakat sangat ditentukan oleh kedudukannya baik dalam keluarga, maupun dalam masyarakat. Dengan kata lain, peran seseorang ditentukan oleh kedudukannya, karena kedudukan, seseorang mendapatkan wewenang untuk melaksanakan fungsinya sesuai dengan kedudukannya. Misalnya, seorang pejabat bisa melaksanakan fungsinya karena wewenang yang diberikan atau diterimanya. Demikan pula dengan peran perempuan di tengah keluarga dan di tengah masyarakat tergantung pada kedudukannya di dalam keluarga dan dalam Nunuk Murniati, seseorang atau kelompok dapat berperan sesuai dengan kemampuannya apabila ia atau mereka mempunyai wewenang untuk melaksanakan fungsinya. Wewenang merupakan hak untuk menentukan sesuatu atau memutuskan sesuatu, maka wewenang sangat erat hubungannya dengan kedudukan seseorang atau kelompok orang Nunuk Murniati, 1997 81. Dengan kata lain, kedudukan sesorang turut menentukan pengaruhnya secara optimal terhadap lingkungannya. Misalnya ketika perempuan hanya ditempatkan sebagai ibu rumah tangga, maka peran yang dimainkannya hanya mempengaruhi atau memberikan sumbangan khusus bagi lingkup keluarganya saja atau hanya terbatas dalam ruang lingkup keluarga. Sedangkan laki-laki yang ditempatkan sebagai kepala keluarga memiliki kedudukan atau wewenang yang lebih besar dibandingkan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Dalam arti tertentu, laki-laki memiliki kekuasaan lebih atas isterinya dan anak-anaknya. Sehingga keputusan selalu di tangan laki-laki. Misalnya, apakah isterinya boleh atau tidak mencari nafkah atau bekerja, menyangkut pendidikan dan masa depan anak-anak, khususnya anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan sampai masalah kebutuhan biologis pun ditentukan oleh kaum laki-laki. Oleh sebab itu, kedudukan perempuan di dalam keluarga dan masyarakat sangat menentukan ruang gerak dan perannya dalam keseluruhan kehidupan keluarga dan keluarga kedudukan dan peran perempuan dan laki-laki seringkali dibedakan atau dikontraskan. Misalnya, perempuan dipandang dan dianggap sebagai yang mempunyai tugas, peranan dan tanggung jawab besar dalam keluarga. Mereka harus melayani suami dengan setia, mendidik anak-anak dengan baik, pokoknya melaksanakan semua kebutuhan dan keperluan rumah tangga, dari memasak, menyiapkan makanan, mencuci, menyetrika, melayani tamu, membersihkan rumah, dan masih banyak lagi status yang harus disandang kaum perempuan. Sedangkan kaum laki, dipercayakan untuk menghidupi keluarganya dengan mengusahkan nafkah baik lahir maupun batin. Persoalan domestikasi merupakan persoalan yang seringkali ditemukan dan menjadi bahan kajian, diskusi bahkan perdebatan banyak kalangan, baik perempuan maupun pula dalam masyarakat, kaum perempuan dan laki-laki memiliki peran yang berbeda sesuai dengan kedudukan yang telah ditentukan oleh masyarakat bagi mereka. Misalnya, terdapat perbedaan pekerjaan yang dilakukan mereka dalam kelompoknya, juga status dan kekuasaan yang dimiliki tidak sama. Menurut Mosse ada beberapa faktor yang mengakibatkan perbedaan peran dalam masyarakat, mulai dari lingkungan alam, hingga cerita dan mitos-mitos yang digunakan untuk memecahkan teka-teki perbedaan jenis kelamin, mengapa perbedaan itu tercipta dan bagaimana dua orang yang berlainan jenis kelamin dapat berhubungan dengan baik berdasarkan sumber daya alam di sekitarnya Mosse, 2004 5.Ternyata peran seseorang juga dipengaruhi oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis. Misalnya di Inggris sekitar abab XIX, ada anggapan bahwa kaum perempuan tidak pantas bekerja di luar rumah guna mendapatkan upah. Namun perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa anggapan tersebut hanya berlaku bagi perempuan kelas menengah dan kelas atas. Sedangkan kaum perempuan kelas bawah diharapkan bekerja sebagai pembantu bagi kaum perempuan yang dilahirkan tidak untuk bekerja sendiri. Contoh di atas memberikan gambaran bahwa laki-laki dan perempuan memiliki peran dan kedudukan yang berbeda baik dalam keluarga maupun dalam yang telah diungkapkan bahwa salah satu topik yang banyak mengandung perdebatan di antara para pemerhati perempuan adalah mengenai persamaan dan perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Pertanyaan yang selalu muncul adalah "Apa yang lebih penting bagi pemberdayaan perempuan? Apakah pengakuan bahwa mereka sama dengan laki-laki ataukah pengakuan bahwa mereka berbeda dengan laki-laki?" Pengakuan bahwa perempuan dan laki-laki sama, yaitu sama-sama sebagai manusia yang mempunyai pikiran, perasaan dan pendapat, memang dibutuhkan oleh perempuan, karena selama berabad-abad pengakuan tersebut disangkal. Namun ternyata isi dari pikiran, perasaan dan pendapat perempuan tidaklah sama dengan isi dari pikiran, perasaan dan pendapat laki-laki, karena peran mereka yang berbeda dalam keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Hardy, pengakuan akan perbedaan antara perempuan dan laki-laki menurut pengertian di atas sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan perempuan Hardy, 1998 121.Menurut de Beauvoir, dalam budaya patriarki, kehidupan ekonomi, sosial dan politik perempuan bukan hanya dibatasi, melainkan juga tidak diakui, yang terjadi adalah perempuan hidup untuk menunjang kehidupan ekonomi, sosial dan politik laki-laki. Melalui institusi ekonomi, sosial, dan politik, budaya patriarkat mencetak citra diri perempuan sesuai dengan citra ideal perempuan sebagai jenis kelamin kedua dalam pandangan patrialkal. Setidaknya ada empat institusi budaya patriarkat yang menurut de Beauvoir menguasai hidup perempuan dengan intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan fase hidup perempuan, yaitu fase balita, sekolah, remaja, perkawinan, dan hari tuanya. Keempat institusi ini saling melengkapi dalam menciptakan dunia perempuan sebagai dunia yang sudah pasti, statis atau dunia buatan yang tidak bisa diubah de Beauvoir, 2005 48-50. Institusi-institusi yang dimaksudkan Beauvoir adalah Keluarga, Pendidikan, Perkawinan dan Hukum Lembaga KeluargaKeluarga merupakan lembaga pertama kali yang menginternalisasikan nilai-nilai perempuan sebagai objek. Sejak kecil perempuan diajarkan untuk bergembira dengan cara menyenangkan orang dewasa melalui sikap manja, manis, dan sopan. Sementara laki-laki, sejak kecil didorong untuk menjadi "laki-laki" dengan diajarkan untuk "tidak cengeng atau menangis, karena menangis hanya untuk anak perempuan". Demikian pula sebaliknya, jika anak perempuan yang berlaku seperti laki-laki, misalnya bermain seperti laki-laki dianggap nakal, ia akan dicap sebagai anak tomboi. Perilaku seperti ini dianggap mengancam "keperempuanannya". Sedangkan kenakalan anak laki-laki dipandang sebagai hal yang biasa dan tidak terlalu dipusingkan. Aktivitas anak perempuan pun dibatasi dalam rumah saja, terutama membantu ibu menyelesaikan pekerjaan rumah, sehingga sejak kecil anak laki-laki pun sudah diajarkan untuk menyadari bahwa tanggung jawab pekerjaan rumah tangga adalah menjadi bagian dari tanggung jawab perempuan de Beauvoir, 2005 49.b. Lembaga PendidikanInternalisasi nilai-nilai perempuan sebagai sosok yang santun atau sopan, dan manis serta selalu menyenangkan orang lain dilanjutkan oleh lembaga pendidikan. Di sekolah, melalui sikap para guru dan afirmasi dari teman-temannya, nilai inferioritas ini diinternalisasikan perempuan dengan semakin kuat de Beauvoir, 2005 49. c. Lembaga Hukum NegaraMasyarakat ikut memperkuat internalisasi nilai-nilai inferior perempuan melalui mitos-mitos dan tata nilai yang mengharuskan perempuan sedapat mungkin melindungi tubuhnya dari tatapan laki-laki, bersikap santun, membiarkan laki-laki menggoda dan bersikap kurang ajar kepadanya. Sikap dan perilaku laki-laki yang demikian terhadap perempuan dianggap "memang laki-laki biasa begitu". Pandangan dan perilaku yang tidak adil atau kekerasan yang dialami kaum perempuan dibenarkan oleh lembaga hukum, melalui pasal-pasalnya mengatur dan membatasi ruang gerak perempuan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara de Beauvoir, 2005 50.d. Lembaga Perkawinan Masyarakat patriarkal melihat lembaga perkawinan sebagai penjaga moral mereka dan merupakan satu-satunya lembaga yang secara moral membenarkan aktivitas seksual perempuan. Aktivitas seksual bagi perempuan dianggap sebagai wujud pelayanan tertinggi pada suami dan spesies manusia. Perempuan harus siap melayani kapan saja suaminya menginginkan tubuhnya. Menurut de Beauvoir, pembatasan budaya patriarkal terhadap kehidupan perempuan telah mencapai wilayah yang sangat pribadi dan mendasar, yaitu kemampuan perempuan untuk mengartikan sendiri kenikmatan yang dirasakannya melalui tubuhnya de Beauvoir, 2005 52.Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat merupakan akibat dari pembagian pekerjaan secara seksual. Peran perempuan selalu dikaitkan dengan ruang lingkup domestik, sedangkan peran laki-laki selalu dikaitkan dengan ruang lingkup publik. Peran-peran tersebut diajarkan pada anak perempuan dan laki-laki sejak dini, kecil, sehingga perbedaan peran secara seksual ini tampak alamiah. Kemudian melalui pranata-pranata dalam masyarakat peran tersebut mendapatkan legitimasinya Hardy, 1998 121.Sedangkan dari perspektif gender melihat bahwa subordinasi perempuan dalam sektor publik bukan karena faktor biologis, melainkan lebih diakibatkan oleh faktor kultur. Dalam perspektif gender, kondisi biologis sepanjang masa akan tetap sama, yakni terdiri dari laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis itu menjadi bermakna politis, ekonomis, dan sosial ketika tatanan kultural dalam masyarakat mengenal pembagian kerja secara hirarkis antara perempuan dan laki-laki. Ketika faktor kultural ditransformasikan bersama faktor biologis ke dalam masalah sosial dan politik, akhirnya menyebabkan subordinasi perempuan oleh laki-laki di sektor publik maupun domestik. Dengan kata lain, kultur menjadi suatu simbol dalam penajaman perbedaan seksual Freeman, 1970 6.Sulit disangkal bahwa arus globalisasi telah mempengaruhi dan ikut mengubah gaya hidup masyarakat serta kebudayaan manusia jaman sekarang. Pengaruh dan perubahan tersebut turut membawa aneka pilihan bagi perempuan dalam berperan aktif di tengah-tengah keluarga, dan Peran Perempuan dalam Keluargaa. Konteks HistorisBagaimana posisi kaum perempuan dalam keluarga di jaman sekarang? Menurut. Suryakusuma 1981 8 keluarga adalah penunjang suatu sistem masyarakat, melalui tiga cara, yakniSebagai unit ekonomi, tempat untuk reproduksi, pembentukan angkatan kerja yang baru dan juga sebagai arena konsumsi; sehingga pekerjaan domestik, seperti perempuan hamil, melahirkan, dan menyusui dipandang tidak produktif dan tidak bernilai. Perendahan fungsi reproduksi yang melekat pada perempuan, mengakibatkan perendahan nilai tenaga kerja perempuan Nunuk Murniati, 2004 260.Sebagai tempat pembentukan kesatuan keluarga secara ideologis yang memiliki sistem nilai-nilai, kepercayaan, agama, tradisi, sosial, kebudayaan, dan juga konservatisme yang dipupuk dari kecil; unit terkecil dari bagian masyakarat ini, melahirkan atau mencetak manusia-manusia seperti yang "diharapkan" atau ditentukan oleh masyarakat, melalui internalisasi nilai, norma dan idiologi atau falsafah hidup yang dianut tempat terbentuknya suatu kesatuan "biososial", yaitu terjadi hubungan alamiah antara ibu-bapak-anak yang dikonstruksi secara sosial. Di sinilah bibit konsep keunggulan laki-laki itu ditanamkan. Karena perempuan mempunyai "kodrat" tertentu, maka wajarlah bila fungsinya yang utama adalah di rumah untuk menangani masalah reproduksi, sosialisasi dan utama yang dimainkan oleh perempuan dalam lingkup keluarga adalah berlaku sebagai seorang isteri yang mendampingi seorang laki-laki sebagai suaminya. Di samping sebagai isteri, ia juga menjadi ibu bagi anak-anak yang lahir dari rahimnya. Setereotif peran perempuan sebagai yang memelihara anak, mengurus suami dan membereskan urusan rumah tangga sudah menjadi bahasa sehari-hari atau terpaksa dihayati oleh kebanyakan perempuan. Sedangkan kaum laki-laki ditempatkan sebagai kepala keluarga yang berurusan dengan soal nafkah. Contohnya, dalam masyarakat Jawa, dikenal adanya mitos tentang peran perempuan, yaitu "ma-telu", artinya tiga "ma", yakni masak, artinya memasak, macak, artinya berhias dan manak, artinya melahirkan. Ketiga peran ini menempatkan kaum perempuan dalam ruang lingkup domestik, yaitu sebagai ibu yang baik yang hanya berperan dalam keluarga atau rumah tangga. Sedangkan kaum laki-laki memiliki lima peran yang dilawankan dengan mitos peran perempuan di atas, yakni "ma-lima". Mitos ini berisi lima kenikmatan yang secara kultural dipahami dan diterima sebagai kecenderungan yang melekat pada kaum berjenis laki-laki. Lima "ma", yaitu main, minum, madat, maling dan madon, yang sama artinya dengan, judi, minum, mengisap candu, mencuri, dan main perempuan. Betapa pun peran-peran jenis tersebut berupa mitos atau prasangka, namun pembedaan peran antara perempuan dan laki-laki yang diskriminatif tersebut telah menjadi bagian dari perbincangan yang sepihak dan tidak komunikatif dalam hidup sehari-hari di tengah-tengah masyarakat Primariantari, dkk, 1998 8. Mosse mengatakan bahwa ibu rumah tangga di seluruh dunia telah melakukan berbagai macam tugas yang memiliki satu kesamaan atau mata rantai rumah dengan penghuninya. Mereka merawat anak, memenuhi suplai pangan keluarga, baik dari ladang keluarga maupun pasar swalayan setempat. Mereka mencuci pakaian, di sungai atau dengan mesin cuci. Mereka juga ikut memberi sendikit penghasilan bagi keluarga melalui pekerjaan paruh waktu dengan upah rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya, yakni mengurus rumah tangga dan keluarganya. Namun hal yang terpenting mengenai ibu rumah tangga, yang mempertautkan mereka di seluruh dunia, bukanlah apa yang dilakukan oleh mereka, melainkan keadaan dan hubungan dimana mereka melakukannya. Menurut Mosse, pekerjaan rumah tangga merupakan salah satu aspek pembagian kerja berdasarkan gender, dimana laki-laki cenderung melakukan pekerjaan yang dibayar, dan perempuan mengerjakan pekerjaan yang tidak dibayar. Maka, tidak mengherankan pekerjaan perempuan sebagai ibu rumah tangga seringkali dinilai rendah Mosse, 2004 45. Sebagian besar perempuan sampai sekarang cenderung lebih banyak berperan di sektor domestik, yakni melaksanakan tugas rumah tangga yang notabene tidak menghasilkan uang. Namun harus diakui pula bahwa kesedian perempuan melaksanakan tugas domestik, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci, menyetrika dan lain sebagainya itu, sebenarnya berfungsi positif bagi kaum laki-laki, yakni memiliki kesempatan untuk dapat terlibat dalam sektor publik, namun kenyataan ini tetap saja bersifat counter productive, karena mematikan hak-hak perempuan yang ingin mengekspresikan kemampuan atau potensinya Suyanto dan Susanti, 1996 87.b. Perubahan Sosial dalam MasyarakatProses industrialisasi dan kemajuan teknologi informasi telah membawa dampak pada perubahan sosialisasi peran perempuan dalam keluarga. Demikian pula dengan dampak dari modernisasi dan industrialisasi dalam masyarakat Indonesia telah membawa perubahan dalam peran perempuan, baik di tengah keluarga, maupun dalam masyarakat. Jumlah kaum perempuan yang bekerja di luar rumah, misalnya di pabrik-pabrik, semakin meningkat, diikuti pula oleh fenomena meningkatnya jumlah perempuan yang menjadi kepala rumah tangga. Dampak industrialisasi yang secara langsung telah mengubah peran perempuan dalam keluarga adalah dampak urbanisasi dan migrasi, dimana laki-laki dan perempuan pergi ke kota-kota atau ke luar negeri, meninggalkan keluarga, anak-anak dan orang tua untuk mencari pekerjaan dan nafkah yang sulit didapat di daerahnya. Keadaan ini memunculkan keluarga-keluarga dengan kepala keluarga tunggal, yaitu laki-laki atau perempuan. Di desa-desa, misalnya dapat dijumpai isteri-isteri yang memegang peran menyeluruh baik sebagai kepala keluarga, pencari nafkah, pengasuh dan pendidik anak serta mengurus rumah tangga. Singkatnya, proses industrialisasi dan kemajuan teknologi informasi membawa dampak pada perubahan sosialisasi peran perempuan dalam keluarga, juga dalam masyarakat. Hal ini nyata dari semakin meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah, serta menjadi kepala rumah sekarang keluarga-keluarga pada umumnya terpencar di seluruh negeri. Hal ini, terjadi karena mobilitas sosial dan kesulitan mencari lowongan pekerjaan. Dimana tuntutan hidup semakin banyak, perempuan mengikuti karier atau suami mereka, sehingga harus tinggal jauh dari tempat asal mereka. Walaupun tempat tinggal mereka berjauhan, namun dengan bantuan sarana komunikasi yang semakin canggih, misalnya, telpon, telkom, dan alat transportasi yang lancar membuat mereka tetap merasakan kenyataan tentang diri mereka, sebagai satu keluarga. Walaupun tidak jarang kenyataan hidup seperti ini telah mengakibatkan banyak keluarga mengalami keretakan dan kehancuran. Ternyata, keadaan dan situasi hidup akhirnya membuat kaum perempuan harus memutuskan, mengerjakan dan melakukan apa pun yang selama ini merupakan tanggung jawab bersama antara suami-isteri atau laki-laki-perempuan Wardah Hafidz, 1997 27-28. Dengan kata lain, dorongan untuk mempertahankan hidup keluarga, terutama keluarga-keluarga miskin, mengakibatkan banyak perempuan "terpaksa" bekerja apa saja, misalnya di lahan pertanian, industri-industri atau pabrik-pabrik, dan di berbagai sektor ekonomi lainnya. Ketika perempuan bekerja di bidang pertanian, biasanya pertanian tradisional, mereka dianggap sebagai tenaga kerja keluarga, yang tugasnya hanyalah membantu, oleh sebab itu, mereka diberi upah rendah. Ketika muncul kebijakan yang terkenal dengan sebutan "revolusi hijau", tenaga kerja perempuan di sektor pertanian juga terpinggirkan dan digantikan dengan mesin-mesin yang memerlukan tenaga kerja laki-laki. Kondisi ini, memaksa banyak perempuan untuk keluar dari desa mereka, berimigrasi ke kota-kota untuk bekerja di pabrik-pabrik industri makanan dan minuman. Kenyataan lain, menunjukkan bahwa peran perempuan "di luar rumah", tidak hanya terbatas pada soal kelangsungan hidup atau sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup keluarga, karena ternyata ada banyak perempuan yang sudah mapan ekonomi keluarganya, tetapi masih berusaha "keluar rumah". Fakta bahwa perempuan terlibat dalam berbagai kegiatan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran dalam diri perempuan untuk memberikan sumbangan perannya bagi perubahan sosial. Motivasi kaum perempuan untuk "keluar" rumah dan bekerja atau terlibat dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat merupakan bukti dari kesadaran kaum perempuan untuk mengaktualisasikan diri. Singkatnya, perempuan jaman sekarang tidak lagi hanya berperan sebagai ibu rumah tangga yang menjalankan fungsi reproduksi, mengurus anak dan suami atau pekerjaan domestik lainnya, tetapi telah berubah seturut tuntutan hidup dan perubahan jaman serta berkat kesadaran baru yang muncul dari kaum perempuan sendiri untuk memperkembangkan hidupnya, keluarga dan Peran Perempuan dalam MasyarakatDemikian pula dengan peran perempuan di tengah-tengah masyarakat telah mengalami pergeseran yang signifikan. Dulu perempuan dipandang tabu untuk tampil di depan publik, namun sekarang ada banyak perempuan yang terlibat dalam bidang-bidang kemasyarakatan dan keorganisasian, perempuan mulai tampil dan mengisi ruang peran perempuan dalam masyarakat merupakan bagian dari perubahan peran aktif perempuan dalam lingkup domestik atau dalam keluarga. Perempuan mulai mengambil peran dalam menentukan masa depan keluarga baik menyangkut masa depan anak-anak, ekonomi keluarga, pendidikan, maupun kesejahteraan seluruh anggota keluarga serta kesejahteraan masyarakat. Walaupun dalam kenyataannya belum seberapa banyak jumlah perempuan yang terlibat secara langsung dalam semua bidang Faktor-Faktor yang Mendukung Peran Aktif Perempuan dalam MasyarakatAda beberapa faktor yang mendukung atau menunjang peran aktif perempuan dalam keterlibatan di tengah-tengah masyarakat atau di ruang publik jaman sekarang, diantaranya1 Kesadaran EmansipasiPerubahan peran perempuan yang terjadi dalam masyarakat tidak bisa dilepaskan dari gerakan emansipasi dewasa ini. Dimana muncul kesadaran dalam diri perempuan bahwa mereka mempunyai hak pribadi lebih dari hak sebagai isteri. Tuntutan atas hak ini menjadikan kaum perempuan tidak puas berada di bawah suaminya. Tuntutan atas kesadaran bahwa perempuan dan laki-laki mememiliki hak dan kebebasan sebagai pribadi yang sama sangat dipengaruhi oleh perjuangan gerakan feminis liberal di Amerika. Prinsip falsafah liberalisme, yakni semua orang diciptakan dengan hak-hak yang sama, dan setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk memperkembangkan kaum perempuan untuk menuntut hak yang sama dengan laki-laki telah menampakkan hasil yang signifikan, walaupun belum maksimal. Oleh sebab itu, dukungan dan perjuangan semua pihak sangat menentukan dan mempengaruhi perjuangan perempuan dalam menuntut haknya yang sama dengan laki-laki. Hendaknya, baik laki-laki maupun perempuan, suami dan isteri, keluarga dan masyarakat, agama dan negara mendorong ke arah tercapainya cita-cita emansipasi, supaya tidak ada lagi subordinasi terhadap salah satu spesies manusia, laki-laki atau perempuan, yang pada hakekatnya diciptakan memiliki harkat dan martabat sama di hadapan Sang Visi Pembangunan Bangsa Indonesia Demi Kesejahteraan RakyatHampir seluruh negara di dunia sekarang menyadari bahwa pembangunan manusia tidak akan bisa dicapai tanpa pemberdayaan dan kesetaraan gender. Menurut, Suyanto dan Susanti, kegiatan dan program pembangunan yang semata-mata mementingkan pertumbuhan ekonomi dan tidak memiliki visi gender, niscaya akan menimbulkan pemiskinan dan ketimpangan sosial Suyanto dan Susanti, 1995 86.Peluang perempuan untuk keluar dari pekerjaan wilayah domestik didukung oleh upaya negara untuk memberdayakan kaum perempuan, misalnya tampak dari arahan dan kebijakan untuk pemberdayaan perempuan dalam GBHN 1999 bagian pertama, "Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender".Lewat konsep kemitrasejajaran perempuan dan laki-laki dalam GBHN diharapkan perempuan akan lebih banyak berpartisipasi dalam pembangunan. Walaupun dalam kenyataannya kebijakan negara tersebut mengandung kontradiksi, karena di satu sisi negara tetap mempertahankan konsep perempuan sebagai ibu rumah tangga, sementara di sisi lain, kaum perempuan didorong untuk bekerja di luar Faktor-faktor yang Membatasi Peran Aktif Perempuan dalam MasyarakatDi samping faktor yang menunjang, juga terdapat faktor-faktor yang membatasi atau menghambat peran kaum perempuan dalam Pekerjaan Rumah Tangga Perempuan Walaupun memiliki status atau kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, kaum perempuan harus berhadapaan dengan segala persoalan berkaitan dengan urusan rumah tangga. Peran secara seksual yang dikenakan masyarakat, menghambat keterlibatan perempuan secara optimal dalam berbagai bidang kehidupan kemasyarakatan. Menggunakan istilah Wolfman 1989 29, perempuan harus memainkan "peran ganda", walaupun perempuan telah menduduki jabatan yang tidak bersifat tradisional, namun mereka harus pula melaksanakan tanggungjawab rumah tangga yang sifatnya Pemujaan machismo atau Pola Kultur SeksisMachismo merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang sudah mengakar dalam seluruh struktur masyarakat. Paham atau pandangan semacam ini mempengaruhi kehidupan seksual, prokreatif, kerja dan kehidupan emosional perempuan serta menentukan hubungan kemitraan antara laki-laki dan perempuan. Paham machisme dikuatkan oleh idiologi-idiologi tertentu yang lahir dari masyarakat, negara dan agama. Contohnya, ketika Megawati Sukarno Putri, yang kebetulan terlahir sebagai perempuan, hendak mencalonkan diri menjadi Presiden, ia harus berhadapan tidak hanya dengan lawan politiknya, tetapi juga paham agama yang tidak menghendaki seorang perempuan menjadi pemimpin bagi laki-laki atau pemimpin negara. Muncul reaksi keras dari agamawan-agamawan dan masyarakat yang tidak menghendaki seorang perempuan menjadi pemimpin. Meskipun di jaman sekarang banyak kaum perempuan telah dapat menduduki jabatan atau pekerjaan setara dengan kaum laki-laki, namun emansipasi perempuan masih harus berhadapan dengan reaksi keras dari kaum laki-laki yang masih memposisikan dirinya sebagai yang superior dan pandangan masyarakat tentang peran perempuan dan laki-laki yang Perspektif Negatif Perempuan terhadap DirinyaDi jaman sekarang masih dijumpai banyak perempuan yang memandang rendah dirinya, lemah, tidak berdaya, inferior, tergantung pada laki-laki, tidak sepandai, seaktif, dan seproduktif laki-laki. Hal inilah yang memunculkan kendala bagi kaum perempuan untuk mengambilbagian secara total dalam kegiatan-kegiaan publik. Memang harus diakui bahwa perspektif perempuan yang negatif terhadap dirinya merupakan bagian dari konstruksi sosial yang lahir dari masyarakat pola Struktur dan Pranata Sosial yang Bias GenderMasyarakat dengan sistem nilai yang dianutnya telah melanggengkan situasi dimana kaum perempuan berada di bawah laki-laki. Setereotif-setereotif negatif atau nilai-nilai yang mengandung bias gender telah merasuk ke dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan. Seperti keluarga, pendidikan, keagamaan, dan negara. Melalui struktur dan pranata sosial ini, manusia yang terlahir sebagai perempuan dipandang sebagai makhluk kelas dua, lemah, tidak berdaya, perlu dilindungi atau dalam istilah budaya patriarkal "dikuasai", bahkan "diperbudak" contoh kasus-kasus Tenaga Kerja Wanita adalah perbudakan perempuan jaman modern. Pencitraan diri perempuan sebagai yang ideal menurut laki-laki pada awalnya lahir dari pranata keluarga sebagai masyarakat inti bagian dari masyarakat. Kemudian diteruskan lagi dalam dunia pendidikan dengan internalisasi nilai-nilai dan wawasan berspektif gender. Selanjutnya, perempuan harus menyenangkan orang lain dengan membentuk keluarga ideal seperti yang diharapkan oleh masyarakat, agama dan negara yang adalah Arnoldus Ajung, Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya Bagi beberapa orang, gambaran suami yang bekerja dan istri yang mengurus anak-anaknya di rumah merupakan hal yang biasa saja. Bahkan, gambaran tersebut mungkin menjadi semacam standar “keluarga sempurna” bagi mereka. Namun, orang juga bisa berpendapat bahwa gambaran tersebut melambangkan opresi terhadap perempuan. Pandangan bahwa perempuan “seharusnya” tinggal dirumah dan mengurus anak bisa dianggap sebagai upaya laki-laki untuk membatasi potensi singkat di atas menggambarkan bagaimana gender role, atau peran gender dapat dilihat melalui berbagai perspektif. Secara fungsional pembagian peran diperlukan untuk menjaga keseimbangan masyarakat. Sedangkan secara kritis pembagian peran dapat dipandang sebagai usaha superordinat untuk mempertahankan mengenai peran gender, khususnya peran gender dalam keluarga sendiri nampak seperti sesuatu yang tidak ada habisnya. Bahasan mengenai peran gender dalam keluarga dapat dilacak hingga awal tahun 1700-an. Pada masa itu, seorang bangsawan Jerman Dorothea von Velen mengkritik, dan berhasil mengubah kebijakan kerajaan terkait pembatasan peran perempuan pasca-pernikahan John, 1962. Lebih lanjut, pada tahun 1970 Perancis membebaskan perempuan dari otoritas laki-laki dalam keluarga Ferrand, Hal ini membuktikan bahwa diskursus mengenai peran gender dalam keluarga mengalami perkembangan dari tahun ke menjadi pertanyaan adalah, apakah peran gender hanya bisa dilihat melalui perspektif diperlukan dan tidak diperlukan? Apakah semua keluarga mengalami dilema yang sama mengenai keberadaan peran gender?Peran Gender dalam Perspektif KelasMasyarakat sejatinya terbagi dalam kelas-kelas yang bersifat hierarkis. Konsep ini disebut sebagai stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial umumnya dibagi melalui indikator ekonomi, namun bagi Weber, stratifikasi tidak hanya terkait dengan indikator material seperti ekonomi. Stratifikasi sosial juga erat kaitannya dengan indikator-indikator yang bersifat non-material, seperti status kehormatan dan hubungan sosial Macionis, 2010. Pada umumnya, stratifikasi membagi masyarakat menjadi tiga bagian, yaitu kelas atas, menengah, dan bawah. Menggunakan perspektif ini, kita dapat membagi keluarga menjadi tiga bagian pula, keluarga kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah. Lalu sebenarnya apakah hubungan antara peran gender dan perspektif kelas?.Kita dapat melihat bahwa konsepsi peran gender antara keluarga dari kelas satu dengan keluarga dari kelas lainnya ternyata berbeda. Dengan kata lain, kelas memiliki dampak terhadap pemaknaan keluarga mengenai bagaimana gender berperan. Bagi keluarga kelas bawah yang berjuang melawan tekanan ekonomi, konsepsi peran gender yang kaku menjadi tidak relevan. Trail dan Karney 2012 mengemukakan bahwa dalam keluarga dengan penghasilan rendah, baik istri maupun suami sama-sama mengharapkan pekerjaan yang layak. Hal ini menunjukkan bahwa peran gender tradisional di mana suami mencari nafkah dan istri mengurus rumah tangga tidak berlaku di keluarga kelas bawah. Baik suami maupun istri sama-sama berkerja karena tuntutan peran gender dalam keluarga kelas bawah juga didukung oleh riset dari Haryanto 2008 yang membahas tentang peran aktif wanita dalam peningkatan pendapatan rumah tangga miskin. Riset yang dilakukan di daerah Trenggalek menunjukkan bahwa wanita turut menyumbang pendapatan rumah tangga yang cukup signifikan dengan bekerja sebagai pemecah peran gender dalam keluarga kelas bawah juga dapat dilihat dari pola pengasuhan anak. Dalam kasus ini, kepengurusan anak menjadi komunal dan dilakukan secara spontan. Tidak jarang dan fungsi sosialisasi nilai anak diserahkan kepada lingkungan sosial karena kesibukan orangtua keluarga kelas bawah tersebut. Bahkan dalam risetnya, Epstein 1961 mengemukakan bahwa anak dari keluarga kelas bawah turut dipekerjakan untuk membantu kondisi ekonomi halnya dengan keluarga kelas bawah, keluarga kelas atas juga tidak terikat dengan konsepsi peran gender yang kaku. Crompton dan Lyonette 2005 menyatakan bahwa keluarga kelas atas yang memiliki pendidikan dan tingkat pendapatan tinggi mendorong kaburnya peran gender. Relasi gender yang hadir dalam keluarga tersebut bersifat egaliter, di mana baik laki-laki maupun perempuan memiliki posisi yang setara dalam proses pengambilan peran gender dalam keluarga kelas atas juga dapat dilihat dari perspektif pasar. Keluarga kelas atas memiliki akses ke pasar yang menyediakan berbagai jenis peran yang mereka inginkan. Peran perempuan dalam mengurus anak dapat digantikan oleh pengasuh. Peran perempuan di dapur juga dapat digantikan dengan kehadiran catering dan rumah makan. Hal ini menunjukkan bahwa konsepsi mengenai peran gender merupakan hal yang tidak relevan baik dalam keluarga kelas atas, maupun kelas bagaimana dengan konsepsi peran gender “ideal” yang digambarkan di atas? Agaknya permasalahan mengenai bagaimana laki-laki dan perempuan harus berperan dalam keluarga menjadi masalah eksklusif yang hanya dialami oleh kelas menengah. Konsep middle-class trap ternyata juga berlaku di dalam relasi gender. Keluarga kelas menengah tidak cukup miskin untuk mengalami krisis dan melakukan pembagian kerja komunal. Di lain pihak, keluarga kelas menengah juga tidak cukup kaya untuk mampu membeli peran-peran yang telah disediakan oleh pasar. Ya, dari argumen di atas dapat dilihat bahwa peran gender “ideal” sepertinya hanya berlaku di keluarga kelas gender pada dasarnya bukanlah merupakan konsep yang sederhana. Peran gender sejatinya selalu hadir dalam relasi antar-pasangan, baik dalam bentuk yang terlihat maupun tidak terlihat. Bagaimana pera gender dimanifestasikan dalam hubungan sesama jenis? lalu indikator apa yang digunakan untuk membagi kelas dalam masyarakat? Kedua pertanyaan tersebut merupakan contoh kritik terhadap tulisan ini. Namun penulis berharap tulisan ini dapat menyajikan perspektif baru dalam memandang peran gender di masyarakat, melalui perspektif kelas.

apakah dalam keluargamu ada perubahan peran laki laki dan perempuan